Sabtu, 22 Februari 2014

Ragam seni di Sumsel

:
2.1 Pakaian adat Palembang Kain Songket Palembang

Indonesia kaya sekali dengan aneka ragam kebudayaan daerah, diantaranya kain - kain khas daerah yang memiliki corak serta bahan khas dari daerah masing - masing. Sebagai orang Indonesia, Mode Dengan Kain Songket Palembang tentu kita sangat bangga dengan aneka ragam kain daerah yang ada di Indoensia ini. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain khas daerah yang berupa kain tenun. Seperti kain tenun Troso - Jepara, kain songket Palembang, dll. Walaupun sama - sama dibuat dengan cara ditenun, namun setiap daerah memiliki corak yang berbeda. Begitu pula dengan Mode Dengan Kain Songket Palembang.
Mode Dengan Kain Songket Palembang merupakan sejenis kain tenun tradisional yang dibuat / ditenun dengan menggunakan tangan (handmade). Kain songket Palembang ini biasa digunakan di acara - acara resmi. Bahan utama dari pembuatan kain songket Palembang ini berupa benang emas dan benang perak sehingga kain songket Palembang ini memang akan terlihat sangat “blink-blink” dan mewah.  Mode dengan kain songket Palembang tidak hanya digunakan sebagai bahan dasar pakaian saja. Namun Mode Dengan Kain Songket Palembang terkadang juga digunakan sebagai bahan pembuatan aksesoris rumah yang dipajang di dinding rumah atau yang biasa disebut dengan tapestry.

2.3 Seni Musik Tradisional Palembang Jidur  

 Musik Jidur sudah terkenal di seluruh Sumatera Selatan, entah kapan lahirnya musik ini. Nama musik Jidur ini di bawa oleh kaum kolonial yang akhirnya menjadi musik kolonial. Musik ini sering di bawakan pada saat acara pernikahan dan acara perayaan lainnya. Musik Jidur seirng di sebut juga dengan “Musik B’las” karena di mainkan oleh belasan orang dan ada juga yang menyebut Musik Jidur sebagai “Musik Brass” yang artinya kesenian musik yang alat musiknya merupakan alat tiup yang berasal dari logam. Disebut musik jidur karena musik ini sering di pakai untuk mengiringi (Ngarak) pengantin dan yang paling menonjol pada jidur ini adalah alat musik yang bulat dan besar yang di pikul oleh 2 orang, dan kalau di tabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sehingga suasana lebih meriah.
Awalnya kesenian ini memerlukan 14 orang untuk memainkan 14 alat musik yang terdiri dari :
  • 2 Buah Terompet
  • 2 Buah Sak Alto / Saxopone Alto
  • 1 Buah F Larinet / Clarinet
  • 1 Buah Tenor Sak / Saxopone Tenor
  • 1 Buah Bariton / Bariton Horn
  • 1 Buah Tenor / Tenor Horn
  • 3 Buah Alt Horn / Alto Horn
  • 1 Buah Bass /Shau Shophon
  • 1 Buah Tambur / Snare Dram
  • 1 Buah Jidur / Bass Dram
Tetapi seiring perkembangan waktu personil yang memainkan jidur ini juga berkurang tidak sampai lagi 14 orang, tetapi walau tidak komplet musik yang di hasilkan tidak jauh berbeda. 

 2.4 Sejarah Kesenian dan Budaya Palembang 

Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa. 
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi. 
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
  • Festival perahu hias dan lomba bidar di Sungai Musi
  • Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
  • Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan.
  • Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu, dan menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah bin Alwi Jamalullail.
  • Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang.
  • Letak geografis dari Palembang dibelah oleh sungai Musi dan dikelilingi ratusan anak sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya. Pada tepian sungai banyak terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi air seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak digunakan mayarakat di tepian sungai.
  • Sebutan untuk Sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Musi adalah Batanghari Sembilan terdiri dari Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Enim, Sungai Hitam, Sungai Rambang dan Sungai Lubay. Seiring perkembangan zaman, dan perubahan pola hidup masyarakat Palembang, lingkungan perairan sungai dan rawa justru semakin menyempit. Rumah- rumah limas yang tadinya berdiri bebas di tengah rawa atau di atas sungai akhirnya dikepung perkampungan.

Kesimpulan

Demikian penulis sampaikan kepada para pembaca sekalian walaupun mungkin masih ada kekurangandalam makalah ini, harap dimaklumi. Bukan hal baru lagi bahwa telah sangat banyak budaya - budaya yang kita miliki perlahan - lahan dikaui sepihak oleh negara tetangga. Dan kita sebagai rakyat Indonesia yang  terkenal dengan sikap ramah dan sopan santun nya, hanya bisa mengelus dada melihat kebudayaan daerah bangsa kita di akui begitu saja. Oleh karena itu kita butuh hal - hal yang konkrit atau bukti yang pasti yaitu dengan cara :
  • Kita harus mengenali dan memiliki sikap bangga akan budaya daerah yang kita miliki yang notabene milik Republik Indonesia. 
  • Kita harus mengapresiasikan kebijakan Pemerintah untuk ikut serta dalam kegitan melestarikan kebudayaan milik Republik Indonesia.

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar